BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Kasus HIV/AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan pada tahun 1987, dengan jumlah penderita 5 orang pasien. Pada tahun-tahun berikutnya, angka penderita HIV/AIDS bukannya semakin menurun tetapi meningkat dengan tajam, dengan varian penyakit penyerta yang makin beragam.
Dengan melihat data-data perkembangan jumlah kasus HIV/AIDS yang sangat pesat maka penanganan HIV/AIDS merupakan pekerjaan rumah yang serius bagi pemerintah, masyarakat, dan lembaga swadaya. Penanganan HIV/AIDS yang diperlukan saat ini tidak sekedar bersifat kuratif saja, tetapi juga preventif dan promotif
Berangkat dari kenyataan itulah maka tema yang akan saya angkat dalam makalah ini ,mengenai “Upaya Pencegahan AIDS dalam promosi kesehatan”.Namun terlebih dahulu saya akan memberikan gambaran umum mengenai AIDS itu sendiri .Agar penjelasan mengenai upaya pencegahan yang saya berikan kemudian tidak timpang.
B.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu:
• Apa perbedaan antara HIV dan AIDS?
• Apa penyebab AIDS
• Bagaimana AIDS dapat menular?
• Bagaimana tahapan tahapan yang di lalui oleh seorang yang terinfeksi HIV sampai ia dikatakan menderita AIDS?
• Apa saja gejala yang dialami penderita HIV sampai ke stadium AIDS?
• Bagaimana pemeriksaan atau test HIV/AIDS?
• Bagaimana pencegahan dan pengobatan HIV/AIDS (secara umum)?
• Bagaimana upaya pencegahan AIDS di bidang promosi kesehatan?
C.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:
• Menjelaskan perbedaan antara HIV dan AIDS
• Menjelaskan penyebab AIDS
• Memaparkan bagaimana AIDS dapat menular
• Memaparkan tahapan tahapan yang di lalui oleh seorang yang terinfeksi HIV sampai ia dikatakan menderita AIDS
• Memaparkan gejala yang dialami penderita HIV sampai ke stadium AIDS
• Memaparkan pemeriksaan atau test HIV/AIDS?
• Memaparkan pencegahan dan pengobatan HIV/AIDS (secara umum).
• Memaparkan usaha pencegahan HIV/AIDS di bidang promosi kesehatan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.Pengertian HIV dan AIDS
Banyak orang yang menyamakan antara HIV dan AIDS padahal keduanya berbeda.Berikut perbedaannya diliohat dari segi pengertiannya.
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.
AIDS singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome.
• Acquired berarti di dapat dengan pengertian bukan diturunkan atau penyakit turunan.
• Immune berarti kekebalan tubuh untuk mengantisipasi adanya serangan mikroorganisme dari luar.
• Deficiency berarti :penurunan dari keadaan normal
• Syndrome.berarti :Serangkaian tanda dan gejala yang terjadi akibat suatu serangan penyakit.
Jadi, AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh.AIDS muncul setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama lima hingga sepuluh tahun atau lebih.Sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, dan satu atau lebih penyakit dapat timbul. Karena lemahnya sistem kekebalan tubuh tadi, beberapa penyakit bisa menjadi lebih berat daripada biasanya.
B.Etiologi
Virus Penyebab AIDS( Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah HIV(Human Immunodeficiency Virus) yakni sejenis virus RNA yang tergolong retrovirus. Dikatakan kelompok Retrovirus karena virus ini mempunyai kemampuan dapat membentuk DNA dari RNA virus,sebab mempunyai enzim transkriptase reversi ,enzim ini dapat menggunakan RNA virus sebagai template untuk membentuk DNA yang kemudian berintegrasi dalam kromosom hospes dan selanjutnyab bekerja sebagai dasar untuk replikasi HIV,atau dapat dikatakan mempunyai kemempuan mengkopi cetak materi genetik diri dalam materi genetik sel-sel yang ditumpanginya dan melalui proses ini HIV dapat mematikan sel sel T4 (Depkes,1997).
C.Gambaran dan siklus hidup HIV
HIV mempunyai inti (nukleolid ) yang berbentuk silindris dan eksentrik yang mengandung genom RNA diploid,enzim transkriptase reversi (RT),protease,dan integrase.Adanya antigen kapsid (P24) menutupi komponen nukleolid tersebut ,sehingga membentuk struktur nukleolid kapsid antigen P 17 yang merupakan bagian dari simpulHIV .Bagian permukaan Virion terdapat tonjolan yang terdiri atas molekul glikoprotein (gp 120) dengan bagian transmembran yang merupakan gp 41 .Lapisan lipid padasampulHIV berasal dari membran plasma sel hopses .
Siklus hidup HIV terdiri atas 2 fase yaitu:
Fase pertama
Fase ini diawali dengan melekatnya HIV pada sel hopses melalui interaksi antara molekul gp120 HIV dengan molekul CD 4 sel hopses .Proses ini diikuti oleh fase membran sel HIV dengan membran sel hopses ,sehingga inti HIV masuk ke dalam sitoplasma sel hopses .Di dalam sel hopses terjadi transkripsi DNA HIV dari RNA HIV oleh enzim RT ,yaitu enzim polimerase spesifik HIV.DNA HIV yang terbentuk kemudian berinteraksi dengan DNA sel hopses dengan bantuan enzim integrase.DNA HIV yang berintegrasi disebut proviral dan berprilaku seperti gen gen sel hopses yang memakai perlengkapan sel hopses untuk membentuk HIV baru.
Fase kedua
Terjadi transkripsi DNA HIV yang terintegrasi menjadi RNA genom HIV dan RNA yang kemudian di transpor ke dalam sitoplasma untuk ditranslasi menjadi protein virus dengan bantuan enzim protease.GenomRNA dan protein yang telah terbentuk dirakit dekat dengan permukaan sel hopses sehingga terjadilah partikel HIV yang akan dilepaskan melalui proses budding dengan mengambil membran sel hopses sebagai bagian dari lipid simpul HIV.
D.Cara Penularan dan Orang-Orang Yang Beresiko tertular HIV
Syarat utama yang harus dipenuhi dalam penularan HIV untuk bisa masuk ke dalam tubuh melalui aliran darah ,bisa berbentuk luka ,pembuluh darah maupun lewat membran mukosa (Selaput lendir).
HIV terdapat dalam sebagian cairan tubuh, yaitu:
Darah
Air mani
Cairan vagina
Air susu ibu (ASI)
HIV menular melalui:
Berhubungan seks yang memungkinkan darah, air mani, atau cairan vagina dari orang terinfeksi HIV masuk ke aliran darah orang yang belum terinfeksi (yaitu hubungan seks yang dilakukan tanpa kondom melalui vagina atau dubur; juga melalui mulut, walau dengan kemungkinan lebih kecil)
Memakai jarum suntik secara bergantian dengan orang lain yang terinfeksi HIV
Menerima transfusi darah dari donor yang terinfeksi HIV
Dari ibu terinfeksi HIV ke bayi dalam kandungan, waktu melahirkan, dan jika menyusui sendiri .Biasakan mempunyai sikat gigi dan pisau cukur sendiri, karena selain untuk kebersihan pribadi, jika terdapat darah akan ada risiko penularan virus lain yang menular melalui darah (misalnya hepatitis),bukan hanya HIV.
HIV tidak menular melalui:
bersalaman, berpelukan
berciuman
batuk, bersin
memakai peralatan rumah tangga seperti alat makan, telepon,kamar mandi, WC, kamar tidur, dll.
gigitan nyamuk
bekerja, bersekolah, berkendaraan bersama
memakai fasilitas umum misalnya kolam renang, WC umum,
sauna, dll.
HIV tidak dapat menular melalui udara. Virus ini juga cepat mati jika berada di luar tubuh. Karena itu,hidup bersama orang HIV-positif bukanlah hal yang perlu ditakuti.Virus ini dapat dibunuh jika cairan tubuh yang mengandungnya dibersihkan dengan cairan pemutih (bleach) seperti Bayclin atau Chlorox, atau dengan sabun dan air. HIV tidak dapat diserap oleh kulit yang tidak luka.
Orang-Orang yang beresiko tinggi tertular HIV yaitu :
Kelompok yang aktif melakukan hubungan seksual dengan banyak pasangan seksual.
Homoseksual
Kelompok Biseksual
Wanita/pria Tuna susila danPelanggannya
Penerima transfusi darah yang tidak diperiksa virus HIV
Bayi yang lahir dari ibu pengidap HIV
Pengguna jarum suntik yang sama secara begantian oleh p[engguna narkoba suntik.
E. Fase Fase Yang Dilalui ODHA dan Gejalanya
Orang yang sudah terinfeksi HIV tidak dapat dibedakan dengan orang yang sehat di masyarakat .Mereka masih dapat melakukan aktifitas ,badan terlihat sehat dan masih dapat bekerja dengan baik .untuk sampai pada fase AIDS seseorang yang terinfeksi HIV akan melewati beberapa fase,berikut fasenya yang tercantum dalam Modul Workshop :Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja Bagi Konselor Sebaya.
Fase pertama
Pada awal terinfeksi ciri cirinya belumdapatt dilihat meskipun yangbersangkutan melakukan tes darah ,karena pada fase ini sistem antibody terhadap HIV belum terbentuk ,tetapi yang bersangkutan sudah dapat menulari orang lain .Masa ini disebut window period biasanya 1-6 bulan
Fase kedua
Fase ini berlangsung lebih lama sekitar 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV .Pada fase kedua orang ini sudah HIV positif dan belum menampakkan gejala sakit,tetapi sudah dapat menularkan pada orang lain.
Fase ketiga
Pada fase ketiga muncul gejala gejala awal peyakityang disebut dengan penyakit yang terkait dengan HIV.Tahap ini belum dapat disebut dengan gejala AIDS.Gejala gejala yang berkaitan dengan infeksi AIDS antara lain:
Keringat berlebihan pada waktu malam
Diare terus menerus
Pembengkakan kelenjar getah bening
Flu tidak sembuh sembuh
Nafsu makan berkurang dan lemah
Berat badan terus berkurang.
Pada fase ketiga ,sistemkekebalan tubuh mulai berkurang
Fase Keempat
Sudah masuk tahap AIDS .AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan tubuh sangat berkurang ilihat dari jumlah sel T-nya (dibawah 2001mikroliter)dan timbul penyakit tertentu yag disebut dengan infeksi oportunistik,yaitu:
Kanke khususnya kanker kulit yang disebut sarcoma Kaposi
Infeksi paru paru yang menyebabkan radang paru paru dan kesulitan bernafas (TBC umumnya dierita oleh pengidap AIDS )
Infeksi usus yang menyebabkan diare parah selama berminggu minggu
Infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental ,sakit kepala ,dan sariawan.
Menurut para ahli medis pada fase ini perlu pemeriksaan darah kembali dan di ukur persentase sel darah putih yang belum terbunuh virus HIV.Sebenarnya seseorang yang terinfeksi HIV akan memasuki fase AIDS sangat tergantung pada gizi yang ia makan ,dan obat obatan yang membantu proses pembentukan pertahanan tubuh.Selama ini orang yang terinfeksi HIVakan meninggal karena penyakit penyakit yang menyerang tubuh sedangkan system kekebalan tubuh lemah sekali.
Sedangkan1990, World Health Organization (WHO)pada tahun 1990, mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.
• Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
• Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernafasan atas yang berulang
• Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
• Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
F.Pemeriksaan atau Tes HIV/AIDS.
Seseorang tidak akan tahu apakah dia teinfeksi HIV/AIDS atau tidak tanpa melakukan tes HIV/AIDS lewat contoh darah dalam tubuhnya.
a. Tes darah HIV/AIDS
Tes HIV adalah tes yang digunakan untuk memastikan apakah individu yang bersangkutan telah dinyatakan terinfeksi HIV atau tidak.
Tes HIV berfungsi untuk mengetahui adanya antibody terhadap HIV atau mengetesadanya antigen HIV dalamdarah .
Ada beberapa jenis tes yang biasa dlakukan diantaranya yaitu :tes Elisa ,Rapid test,dan tes Western Blot.
Masing masing alat tes memilikisensivitas atau kemampuan untuk menemukan individu yang mengidap HIV dan spesifitas atau kemampuan untukmenemukan individu yang tidak mengidap HIV.
Untuk tes antibodi HIV semacam Elisamemiliki sensivitas yang tinggi.
Dengan kata lain persentasepengidap HIVyang memberikan hasil negatif palsu sangat kecil.Sedang spesifitasnya adalah antara 99,7%-99,90% dalam arti 0,1%-0,3% dari semua orang yang tidak berantibodi HIV akan di tespositifuntuk antibodi tersebut .
Untuk ituhasilElisa positif perlu diperiksa ulang (dikonfirmasi) dengan metode Western Blot yang mempunyai spesifitas yang lebih tinggi.
b. Syarat dan Prosedur Tes Darah HIV/AIDS
Syarat tes darah untuk keperluan HIV adalah:
Bersifat Rahasia
Harus dengan konselingbaik pra tes maupun pasca tes
Tidak ada unsur paksaan,sedangkan prosedur pemeriksaan darah untuk HIV/AIDS meliputi beberapa tahapan ,yaitu:
a) Pre tes konseling
• Identifikasirisiko perilaku seksual
• Penjelasan arti hasil tes dan prosedurnya
• Informasi HIV/AID sejelas jelasnya
• Identifikasi kebutuhan pasien ,setelah mengetahui hasil tes
• Rencana perubahan prilaku
b) Tes darah Elisa
• Hasil tes Elisa (-) kembali melakukan konseling untuk penataan prilaku seks yang lebih aman .Pemeriksaan di ulang kembalidalam waktu 3-6 bulan berikutnya.
• Hasil tes Elisa (+) konfirmasi dengan Western Blot.
c) Tes Western Blot
• Hasil tes Western Blot (+) laporkan ke dinas kesehatan (dalam keadaan tanpa nama) .Lakukan pasca konseling dan pendampingan (menghindari emosi putus as keinginan utuk bunuh diri).
G.Pencegahan dan pengobatan AIDS
Secara umum,ada lima cara pokok untuk mencegah HIV yaitu:
A. Abstinance - memilih untuk tidak melakukan hubungan seks beresiko tinggi,terutama seks pra nikah
B. Be faithful - Saling setia dengan pasangannya
C. Condom: - Menggunkan kondom secara konsisten dan benar
D. Drugs: -Tolak penggunaan NAPZA
E. Equipment - Jangan pakai jarum suntik bersama.
Upaya pencegahan penularan yaitu melalui upaya struktural, upaya biomedik, perubahan perilaku dan positive prevention. Upaya struktural seperti memperbaiki ekonomi, budaya, hukum, kesetaraan gender. Upaya biomedik dengan mengkonsumsi obat ARV secara teratur, kondisi kesehatan membaik, kekebalan tubuh pulih dan jumlah virus HIV dalam tubuh minimal. Pada kondisi seperti ini, banyak penelitian membuktikan risiko penularan HIV menjadi sangat sedikit. Tapi tetap saja selalu memakai kondom sewaktu hubungan seksual dan bila ingin punya anak, bisa memakai teknologi bayi tabung atau buka kondom sewaktu masa subur. Upaya biomedik lain yang sangat berhasil menurunkan penularan HIV adalah sunat (sirkumsisi) dan kondom. Sunat pada laki laki terbukti dapat mencegah efektifitas penularan sebesar 58 76 % dan kondom selalu dipakai teratur dan benar dapat mencegah penularan. Perubahan perilaku dan positive prevention perlu dilakukan agar terhidar dari risiko tertular HIV seperti setia pada pasangan, tidak menggunakan jarum suntik, memakai kondom dan hidup sehat.
Estimasi remaja dan anak anak yang terinfeksI HIV pada akhir tahun 2007 adalah sebesar 33,2 miliar orang di dunia. Penularan HIV dari ibu hamil ke bayi meru-pakan penyebab terbesar bayi dan anak terinfeksi HIV/AIDS, yaitu sekitar 90%. Penularan HIV dari ibu ke bayi ini merupakan tan¬tangan ke depan bagi pemerintah dan masyarakat
Transmisi maternal kejanin/bayi dapat dicegah bila terdeteksi melalui VCT atau penapisan, perilaku terkendali baik, obat, ANC, maupun pencegahan infeksi, melakukan pemilihan cara melahirkan, pemilihan ASI atau PASI, pemantauan bayi sampai balita, dan mendapatkan dukungan serta perhatian. Transmisi HIV 1 dan HIV 2 memiliki kesamaan rute penularan dari ibu ke janin/bayi, namun HIV 2 (< 10 %) jauh lebih rendah daripada HIV 1 (30 %). Risiko transmisi akan meningkat apabila terjadi kerusakan membran dan CD4 yang rendah.
Peluang lahirnya bayi bebas HIV dari seorang ODHA kini bukan menjadi masalah bermakna. Dengan pemberian obat antiretroviral saat sebe¬lum dan sesudah melahirkan dapat mengurangi insiden bayi tertular HIV. Peluang penularan HIV dari ibu ke bayi dapat direduksi hingga kurang dari 2%, padahal semula mencapai 25% sampai 45%, jika ibu dan bayi menjalani usaha preventif penularan HIV dari ibu ke bayi. Hal ini juga berarti ibu HIV positif yang terlanjur hamil mempunyai peluang untuk melahirkan bayinya
Strategi pencegahan transmisi maternal ke janin yaitu dengan mengurangi jumlah ibu hamil dengan HIV (+) melalui kontrasepsi clan pemilihan pasangan, turunkan viral load serendah rendahnya melalui terapi ARV, hidup sehat, dan gunakan kondom., meminimalkan paparan janin atau bayi dengan cairan tubuh maternal melalui kelahiran sesar atau minimalkan operasi dan pengganti ASI, serta optimalkan kesehatan bayi dengan ibu HIV (+) melalui pemberian ARV dan pernantauan bayi yang berisiko.( Disampaikan pada acara Simposium, “Peran Tenaga Kesehatan dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, 2009.)
Berdasarkan berita yang dimuat di Inilah .com,vaksin HIV-anti AIDS telah ditemukan. Untuk pertama kalinya di dunia, para ahli medis akhirnya menemukan vaksin anti-AIDS. Meski hanya percobaan, vaksin itu terbukti mencegah infeksi virus HIV Hasil tersebut diperoleh setelah dilakukan sebuah percobaan berskala terbesar di dunia. Eksperimen di Thailand itu melibatkan 16 ribu sukarelawan dan 31% di antaranya mencegah penularan virus HIV, setelah diberi vaksin. Memang, hasilnya belum begitu besar namun para ahli mendapatkan sebuah optimisme baru dalam memerangi AIDS.
Riset di Thailand ini sebenarnya pengujian dua kombo vaksin AIDS, yakni ALVAC dari Sanofi Pasteur dan AIDSVAX dari VaxGen Inc. Obat pertama, memberikan sistem imun terhadap serangan HIV dan yang kedua memberikan kekuatan terhadap respon fungsi itu. Mulanya, pada pengujian yang dilakukan sejak 2003 itu belum menunjukkan hasil yang positif.
Kelompok periset vaksin AIDS lainnya, Vaccine Advocacy Coalition, ikut gembira dengan temuan tersebut. Direktur Eksekutifnya, Mitchell Warren, menyatakan dunia kedokteran telah memasuki sebuah tonggak sejarah yang baru. Meski demikian, ia sadar banyak yang harus dilakukan para ahli untuk membuat vaksin yang sepenuhnya sukses..
Pengobatan HIV/AIDS
Dulu HIV/AIDS dikenal sebagai penyakit yang mematikan dan yang tidak ada obatnya. Sekarang zaman sudah berubah! Walaupun infeksi HIV masih belum dapat disembuhkan, ada obat yang dapat menekan penggandaan virus itu dalam darah kita sehingga jumlah virus menjadi sangat rendah. Obat tersebut dikenal sebagai antiretroviral (ARV), dan umumnya kita harus memakai tiga macam obat bersamaan, yang disebut sebagai terapi antiretroviral (ART).
Penatalaksanaan HIV/AIDS termasuk terapi ARV (ART) dimaksudkan untuk menghambat replikasi virus.Terdapat empat kelas antiretroviral (ARV) yang tersedia untuk pengobatan HIV.
1. Nukleosida Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTIs)
Target obat golongan ini adalah enzim reverse transcriptase. Sebagai substrat alternatif, berkompetisi dengan nukleosida fisiologis. Stavudin(d4t) dan zidofudin (AZT) analog timidin sedangkan Zalcitabine (ddC), emtricitabine (FTC), dan lamivudine (3CT) analog cytidine.
2. Non-Nukleosida Transcriptase Inhibitors (NNRTIs)
Sama seperti nukleosida analog target obat golongan ini adalah enzim reverse transcriptase. Namun obat ini langsung berikatan secara nonkompetitif dengan enzim reverse transcriptase pada posisi dekat dengan tempat berikatan nukleosida. Pada akhirnya, akan mengurangi pengikatan nukleosida. Berbeda dengan NRTIs, NNRTIs tidak rerlu diaktivasi dalam sel. Tiga NNRTIs yang diperkenalkan pada tahun 1996 dan 1998 adalah nevirapine, delavirdine dan efavirenz.
3. Protease inhibitors (PIs)
HIV protease memotong polipeptida virus menjadi subunit fungsional. Jika enzim protease dihambat maka akan terbentuk partikel virus yang tidak bisa menginfeksi. Contoh PIs adalah indinavir. ritonavir dan saquinavir.
Pemberian ARV
A. Pemberian ARV jika tersedia tes CD4
1. Infeksi HIV Stadium IV menurut kriteria WHO, tanpa memandang jumlah CD4 T limfosit
2. Infeksi HIV Stadium III menurut kriteria WHO dengan jumlah CD4 T limfosit <350 sel/mm3
3. Infeksi HIV Stadium I atau II menurut kriteria WHO dengan jumlah CD4 <200 sel/mm3
1. B. Pemberian ART jika tidak tersedia tes CD4
2. Stadium IV WHO, tanpa memandang jumlah limfosit total
3. Stadium III WHO, tanpa memandang jumlah limfosit total
4. Stadium II WHO dengan jumlah limfosit total <1200 sel/mm3
(DEPKES, 2004; WHO, 2006)
Rejimen ARV Lini-pertama bagi ODHA dewasa
Faktor yang harus diperhatikan dalam memilih rejimen ARV baik di tingkat program atau pun di tingkat individual menurut DEPKES adalah:
1. kesesuaian formulasi obat, terutama ketersediaan kombinasi dosis tetap
2. efikasi obat
3. profil efek samping obat
4. persyaratan pemantauan laboratorium
5. kemungkinan kesinambungannya sebagai pilihan obat di masa depan
6. antisipasi kepatuhan oleh pasien
7. kondisi penyakit penyerta
8. kehamilan dan risikonya
9. penggunaan obat lain secara bersamaan dan potensi terjadinya interaksi obat
10. infeksi virus lain yang potensial meningkatkan resistensi terhadap satu atau lebih ARV, termasuk ARV lain yang diberikan sebelumnya sebagai profilaksis atau terapi
11. ketersediaan dan harga ARV
Prasyarat
Sebelum memulai ART, sebaiknya tersedia layanan dan fasilitas khusus, karena terapi yang rumit dan biaya tinggi, perlu pemantauan yang intensif
Layanan tersebut terdiri atas:
1. Layanan konseling dan pemeriksaan sukarela voluntary counseling and testing (VCT) untuk menemukan kasus yang memerlukan pengobatan dan layanan konseling tindak lanjut untuk memberikan dukungan psikososial berkelanjutan.
2. Layanan konseling kepatuhan untuk memastikan kesiapan pasien menerima pengobatan oleh konselor terlatih dan meneruskan pengobatan (dapat diberikan melalui pendampingan atau dukungan sebaya).
3. Layanan medis yang mampu mendiagnosis dan mengobati penyakit yang sering berkaitan dengan HIV serta infeksi oportunistik.
4. Layanan laboratorium yang mampu melakukan pemeriksaan laboratorium rutin seperti pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah. Akses ke laboratorium rujukan dan mampu melakukan pemeriksaan CD4 bermanfaat untuk memantau pengobatan.
5. Ketersediaan ARV dan obat infeksi oportunistik serta penyakit terkait lain, yang efektif, bermutu, terjangkau dan berkesinambungan.
Penilaian klinis
Sebelum memulai terapi perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Penggalian riwayat penyakit secara lengkap.
2. Pemeriksaan fisik lengkap.
3. Pemeriksaan laboratorium rutin.
4. Hitung limfosit total total lymphocyte count (TLC) dan bila mungkin pemeriksaan jumlah CD4.
Perlu penilaian klinis yang terperinci sebagai berikut:
1. Menilai stadium klinis infeksi HIV.
2. Mengidentifikasikan penyakit yang berhubungan dengan HIV di masa lalu.
3. Mengidentifikasikan penyakit yang terkait dengan HIV saat ini yang membutuhkan pengobatan.
4. Mengidentifikasikan pengobatan lain yang sedang dijalani yang dapat memengaruhi pemilihan terapi.
Pemeriksaan fisik meliputi
1. Berat badan, tanda vital
2. Kulit: herpes zoster, sarkoma Kaposi, dermatitis HIV, pruritic papular eruption (PPE), dermatitis seboroik berat, jelas suntikan (needle track) atau jejas sayatan
3. Limfadenopati
4. Selaput lendir orofaringeal: kandidiasis, sarkoma Kaposi, hairy leukoplakia, HSV
5. Pemeriksaan jantung, paru dan abdomen
6. Pemeriksaan sistem saraf dan otot rangka: keadaan kejiwaan, berkurangnya fungsi motoris dan sensoris
7. Pemeriksaan fundus mata: retinitis dan papil edema
8. Pemeriksaan saluran kelamin/alat kandungan
Pemeriksaan Psikologis
1. Untuk mengetahui status mental
2. Menilai kesiapan menerima pengobatan jangka panjang atau seumur hidup
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan serologis untuk HIV dengan menggunakan strategi 2 atau strategi 3 sesuai pedoman
2. Limfosit total atau CD4 (jika tersedia)
3. Pemeriksaan darah lengkap (terutama HB) dan kimia darah (terutama fungsi hati) dan fungsi ginjal
4. Pemeriksaan kehamilan
Persyaratan lain
1. Sebelum mendapat ART pasien harus dipersiapkan secara matang dengan konseling kepatuhan yang telah baku, sehingga pasien faham benar akan manfaat, cara penggunaan, efek samping obat, tanda-tanda bahaya dan lain sebagainya yang terkait dengan ART
2. Pasien yang mendapat ART harus menjalani pemeriksaan untuk pemantauan secara klinis dengan teratur
Setelah terapi dimulai, penilaian klinis yang dilakukan harus meliputi
• Tanda gejala toksisitas obat yang mungkin timbul
• Kepatuhan
• Respons terhadap terapi
• Pemantauan laboratorium dasar
Dosis
Sebelum terapi dimulai, tenaga kesehatan harus berkonsultasi dengan pasien untuk menjelaskan berapa jumlah obat yang harus diminum dan aturan pakai. Kepatuhan pasien untuk meminun obat sesuai aturan pakai sangat menentukan keberhasilan terapi.
Beberapa pasien kadang mengalami hipersensitifitas. Hipersensitivitas obat biasanya bermanifestasi sebagai ruam makulopapular atau morbiliform. Secara khusus, ruam disertai rasa gatal, berkonfluen, dan lebih banyak pada bandan dan lengan. Gejala penyerta adalah demam, mialgia, artralgia, rasa kaku, dapat timbul mendahului ruam atau tanpa disertai ruam. Ruam dapat timbul kapan saja antara 1 sampai 8 minggu setelah terpapar agen yang dicurigai. Manifestasi kulit yang tampak setelah 8 minggu sangat mungkin bukan suatu reaksi hipersensitivitas obat. Pasien dengan hipersensitivitas atau paparan sebelumnya dapat mengalami reaksi dalam beberapa jam setelah pemberian obat. Sindrom Steven Johnson atau nekrolisis epidermal toksik sangat jarang, kurang lebih pada 0,5 % pasien. Manifestasi lain yang lebih jarang namun pernah dilaporkan adalah hepatitis anikterik, hipotensi, nefritis akut interstisial, dan pneumonitis akut interstisial.
Diagnosis hipersensitivitas biasanya didasarkan pada gambaran klinis. Sayangnya tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus yang dapat membantu konfirmasi diagnosis. Satu kriteria klinis yang terpenting adalah mula timbulnya gejala setelah pemberian terapi. Pengetahuan mengenai reaksi antiretroviral yang berbeda-beda dapat membantu menegakkan diagnosis. Kemungkinan penyebab lain dengan gambaran ruam yang sama dan gejala konstitusional seperti infeksi, keganasan dan rekonstitusi harus disingkirkan bila diagnosis masih belum jelas. Belum ditemukan adanya faktor demografis, metabolik atau imunologi yang digunakan untuk memprediksi dengan tepat apakah seseorang akan mengalami reaksi hipersensitivitas yang lebih berat.
Ada beberapa manfaat yang didapat dari memakai ART, antara lain:
1. Menghambat perjalanan penyakit HIV
Untuk orang yang belum mempunyai gejala AIDS, ART akan mengurangi kemungkinan menjadi sakit
Untuk orang dengan gejala AIDS, memakai ART biasanya mengurangi atau menghilangkan gejala tersebut. ART juga mengurangi kemungkinan gejala tersebut timbul di masa depan
2. Meningkatkan jumlah sel CD4
Sel CD4 adalah sel dalam sistem kekebalan tubuh yang melawan infeksi. Pada orang HIV-negatif, jumlah CD4 biasanya antara 500 sampai 1.500. Setelah terinfeksi HIV, jumlah CD4 cenderung berangsur-angsur menurun. Bila jumlah CD4 turun di bawah 200, maka kita lebih mudah terkena infeksi oportunistik, misalnya PCP atau tokso
Jika kita memakai ART maka diharapkan jumlah sel CD4 akan naik lagi sehingga dapat dipertahankan dalam jumlah yang lebih tinggi
3. Mengurangi jumlah virus dalam darah
HIV sangat cepat menggandakan diri. Oleh karena itu, jumlah virus dalam darah dapat menjadi tinggi. Semakin banyak virus, semakin cepat perjalanan infeksi HIV. ART dapat menghambat penggandaan HIV, sehingga jumlah virus dalam darah kita tidak dapat diukur. Ini disebut sebagai tingkat tidak dideteksi
Setelah kita mulai ART, jumlah virus dalam darah akan turun secara drastis. Setelah beberapa bulan diharapkan virus dalam darah menjadi tidak terdeteksi
4. Merasa lebih baik
Kita akan merasa jauh lebih sehat secara fisik beberapa minggu setelah kita mulai ART. Nafsu makan akan muncul kembali dan berat badan kita akan mulai naik. Kita merasa lebih enak dan nyaman
Walaupun begitu, tidak berarti kita tidak dapat menularkan ke orang lain. Kita harus tetap memakai kondom waktu berhubungan seks dan menghindari memakai jarum suntik secara bergantian jika kita memakai narkoba suntikan.
BAB III
UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS DALAM BIDANG PROMOSI KESEHATAN
Sebelum merencanakan kegiatan promosi kesehatan mengenai upaya pencegahan HIV/AIDS,tentunya kita akan melakukan analisis masalah kesehatan .Dengan teori yang telah saya susun dan kemukaan berdasarkan kajian pustaka di BAB II makalah ini,maka kita bisa memperoleh gambaran mengenai kegiatan apa saja yang perlu kita lakukan dalam rangka mencegah HIV/AIDS.
Setelah menentun analisis masalah ,maka terlebih dahulu ditentukan diagnosis sosial,epidemiologi,serta diagnosis perilaku dan lingkungan.
Dalam mengemas program-program pencegahan dibedakan kelompok-kelompok sasaran sebagai berikut:
Orang-orang tertular (infected people)
Orang-orang tertular adalah mereka yang sudah terinfeksi HIV. Pencegahan ditujukan untuk menghambat lajunya perkembangan HIV, memelihara produktifitas individu dan meningkatkan kualitas hidup.
Orang-orang berisiko tertular atau rawan tertular (high-risk people)
Orang-orang berisiko tertular adalah mereka yang berperilaku berisiko untuk tertular HIV. Dalam sub-populasi ini termasuk penjaja seks baik perempuan dan laki-laki, pelanggan penjaja seks, waria penjaja seks dan pelanggannya, penyalahguna NAPZA suntik dan pasangannya serta lelaki suka lelaki (gay). Karena kekhususannya, narapidana termasuk dalam sub-populasi ini. Pencegahan untuk sub-populasi ini ditujukan untuk mengubah perilaku berisiko menjadi perilaku aman.
Orang-orang yang rentan (vulnerable people)
Orang-orang yang rentan adalah orang-orang yang karena lingkup pekerjaan, lingkungan, ketahanan dan atau kesejahteraan keluarga yang rendah dan status kesehatan yang labil, sehingga rentan terhadap penularan HIV. Termasuk dalam sub-populasi ini adalah 1) orang dengan mobilitas tinggi baik sipil maupun militer, petugas kesehatan dan pengungsi 2) perempuan, remaja, anak jalanan, ibu hamil dan penerima transfusi darah. Pencegahan untuk mereka dari butir 1) ditujukan agar tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang berisiko tertular HIV agar mampu melindungi diri sedangkan untuk mereka dari butir 2) dilakukan pemberdayaan dan jika perlu perlindungan (Menghambat menuju subpopulasi berisiko).
Masyarakat Umum (general population)
Masyarakat umum adalah mereka yang tidak termasuk dalam ketiga kelompok terdahulu termasuk masyarakat sekolah, tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh informal lainnya. Sektor pendidikan (formal dan nonformal) memegang peran strategis dalam menjangkau masyarakat umum. Pencegahan ditujukan untuk peningkatkan kewaspadaan, kepedulian dan keterlibatan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di lingkungannya.
Selama ini Pemerintah dan LSM dalam hal ini instansi terkait maupun organisasi pelayanan masyarakat banyak melakukan penyuluhan sebagai kegiatan pencegahan tentang HIV/AIDS dan penyakit menular seksual (PMS) di masyarakat. Padahal, pencegahan HIV/AIDS tidak hanya dengan penyuluhan kesehatan. Diperlukan upaya lain yang relative komprehensif yang memfokuskan pada perubahan perilaku sehat. Upaya ini dilakukan melalui pendekatan promosi kesehatan. Salah satu yang mempraktekan penanganan sosial tersebut adalah (PHMC PT FI).Programnya antara lain: masyarakat dibina dan dididik melalui program Klinik Reproduksi, Pos Informasi AIDS(PIAR/PIA) dan program pelajaran anak sekolah.(PPAS),untuk menjadi peer educator, dan tenaga promosi
Tujuan program-program pencegahan adalah agar setiap orang mampu melindungi dirinya dan orang lain agar tidak tertular HIV dan tidak menularkan kepada orang lain
Untuk mencapai tujuan pencegahan dengan berbagai sasaran maka berikut langkah langkahnya:
1. Membina kerja sama dan Kolaborasi
Kita perlu mencari dukungan sosial melalui Tokoh Masyarakat,baik tokoh masyarakat formal (misalnya pejabat) maupun Informal.Selain itu,kita juga sebagai petugas kesehatan mengadakan kerjasama dengan dinas kesehatan
Setempat dan masyarakat sekitar. Disini peran kita adalah membina suasana sehinggasituasi dan kondisi memungkinkan untuk kita melakukan kegiatan di tempat tersebut.
2. Sosialisasi
a) Hal-hal yang disosialisasikan tentang :
Penyakit HIV/AIDS
Bagi yang belum terkena HIV/AIDS,utamanya yang memiliki resiko tinggi terinfeksi.meliputi :
-Apa itu HIV/AIDS (Sudah dijelaskan di bab II)
- Apa penyebabnya, (Sudah dijelaskan di bab II)
- Bagaimana cara penularannya, (Sudah dijelaskan di bab II)
- Bagaimana cara mencegahnya.(metode A,B,C,D,E /Sudah dijelaskan di bab II)
-dl.
Bagi yang sudah terinfeksi HIV
- Bagaimana untuk memperpanjang hidupnya (memperlambat replikasi virus dengan terapi ART yang telah dijelaskan di bab II)
- Bagaimana supaya mereka tidak menularkan penyakitnya ke orang orang di sekitarnya.
- promosi kondom, VCT, Keluarga Berencana (KB)
Jauhi narkoba.Karena penggunaan narkoba dengan jarum suntik merupakan salah satu media penyebaran HIV.
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi (PMTCT). Pencegahan penularan dari ibu HIV positif kepada bayinya dilaksanakan secara komprehensif, meliputi pencegahan penularan pada perempuan usia produktif, pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan pada perempuan HIV positif, pencegahan dari ibu hamil HIV positif kepada bayinya serta memberikan dukungan psikososial bagi ibu HIV positif, bayi dan keluarganya terutama di daerah epidemi terkonsentrasi dan di daerah epidemi yang telah memasukipopulasi umum.
Pencegahan dilakukan dengan edukasi dan konseling tentang pencegahan HIV, promosi kondom, VCT, antenatal care, ARV profilaksis, persalinan yang aman, konseling dan dukungan untuk pemberian ASI yang aman,
Penanggulangan Infeksi Menular Seksual (IMS)
Penderita IMS mempunyai risiko 2-9 kali lebih besar untuk tertular HIV dibandingkan dengan bukan penderita. Program penanggulangan IMS yang meliputi surveilans, penemuan, pengobatan dan pencegahan ditingkatkan di semua daerah.
b) Cara mensosialisasikan
Pertemuan dan pelatihan(komunikasi publik)
Bagi para pekerja medis (dokter,perawat,bidan,petugas labolatoriumdll..) yang rawan terinfeksi diberikan pengetahuan mengenai cara pencegahan di lingkungan tempat mereka bekerja.
Bagi para ODHA,diharapkan dengan dipertemukan dengan sesamanya mereka bisa saling memberi motivasi dan mau turut membantu dlam proses pencegahan AIDS.
Bagi masyarakat umum,biasanya berupa penyuluhan.Hal hal yang perlu di berikan dalam penyuluhan sudah tertera di point a,sedangkan penjelasannya sudah saya uraikan pada bab II.Biasanya penyuluhan sering pula diadakan di sekolah sekolah mengingat masa remaja merupakan masa yang paling labil.
Komunikasi publik yang baik dan berkelanjutan akan membantu menurunkan derajat kerentanan dari kelompok–kelompok rentan.Upaya ini dilakukan melalui komunikasi, informasi, pendidikan,penyuluhan, tatap muka, pembinaan ketahanan keluarga dan penyetaraan gender dengan menggunakan jalur komunikasi dan media yang tersedia. Materi dan cara penyampaian komunikasi publik perlu memperhatikan keanekaragaman suku bangsa, bahasa, budaya, serta model penularan HIV di Indonesia.
Kampanye yang meliputi pemberian informasi,edukasi, dan komunikasi (KIE) sesuai dengan budaya dan agama setempat.
Misalnya saja kampanye penggunaan kondom,utamanya di daerah yang rawan seperti lokalisasi/tempat pelacuran.Penjara juga merupakan tempat yang rawan.
Peningkatan penggunaan kondom pada setiap hubungan seks berisiko perlu ditingkatkan untuk mencegah infeksi HIV dan IMS. Penggunaan kondom perempuan dimungkinkan untuk digunakan pada tempat-tempat yang memerlukan. Program mencakup juga Intervensi Perubahan Perilaku (Behavior Change Intervention =BCI).
Di Irian Jaya biasanya yang melakukan kampanye justru para ODHA. Hal ini nampaknya lebih menguntungkan karena mereka telah memiliki pengalaman pribadi sendii sehingga orang lain lebih mudah percaya dengan kata katanya.
Seminar
Saat ini telah sering diadakan seminar tentang HIV/AIDS yang mana sasarannya masyarakat umum.Sehingga tidak ada lagi yang tidak tau mengenai HIV /AIDS.
Penyebaran leaflet/brosur
Penyebaran leaflet ini bisa dilakukan di berbagai kesempatan .Bahkan pada saat seminar dan pertemuan atau pelatihan bisa pula dibagikan leaflet/brosur.
Publikasi di media massa
3.Program peningkatan pelayanan konseling dan testing sukarela
Pelayanan konseling dan testing sukarela ditingkatkan jumlah dan mutunya dengan melibatkan kelompok dukungan sebaya sehingga mencapai hasil maksimal.Pelayanan testing sendiri merupakan penyediaan fasilitas dari kegiatan promosi kesehatan ini agar memudahkan masyarakat untuk bisa berprilaku sehat.
4.Pemberian kondom, konseling, dan pengobatan untuk setiap penularan penyakit seksual,secara gratis.
Ini juga merupakan bagian dari penyediaan fasilitas dari kegiatan promosi kesehatan ini agar memudahkan masyarakat untuk bisa berprilaku sehat.
5.Menganjurkan sunat bagi laki laki yang belum sunat , WHO dan UNAIDS telah membuat rekomendasi kebijakan untuk menyebarluaskan sunat pada laki-laki sebagai metode pencegahan HIV/AIDS. Hal itu terjadi setelah hasil penelitian di Kenya dan Uganda pada tahun 2006 yang mendukung penelitian interventional yang dilakukan South Africa Orange Farm pada tahun 2005 yakni penurunan infeksi HIV paling sedikit 60% pada laki-laki yang disunat.
WHO menekankan bahwa sunat pada laki-laki bukan merupakan proteksi yang sempurna melawan infeksi HIV. Sunat tidak dapat menggantikan metode pencegahan lainnya dan seharusnya selalu dipertimbangkan sebagai bagian dari paket pencegahan yang komprehensif yang termasuk di dalamnya penggunaan kondom yang benar dan konsisten, setia pada satu pasangan, menunda hubungan seksual, serta konseling dan tes HIV.
6.Pengawasan HIV/AIDS dan infeksi menular seksual adalah salah satu Kunci dalam strategi pemantauan kecenderungan prevalensi HIV/AIDS. Kegiatan pengawasan menyangkut pengumpulan, pengolahan, dan analisis data secara sistematik dan terusmenerus. Kegiatan ini akan memberikan informasi tentang jumlah dan prevalensi HIV serta penderita infeksi menular seksual, di berbagai kalangan yang ada dalam masyarakat dengan tingkat risiko yang berbeda, distribusi serta kecenderungannya.Dengan demikian bisa dipantu sejauh mana tingkat keberhasilan dari program program pencegahan yang kita jalankan.
7Evaluasi setiap kegiatan yang kita telah kesjakan
Setelah melakukan kegiatan,kita lakukan evaluasi.Apakah hasil yang di harapkan sudah tercapai? jika belum,maka kita telusuri apa yang menyebabkannya. Diperbaiki kesalahan tersebut lalu di ulangi tindakannya.
Dalam melakukan kegiatan di atas ,ada tiga strategi utama yang kita gunakan yaitu:
• Pemberdayaan masyarakat,yang ditujukan secara langsung pada ODHA
• Pembinaan suasana ,yang ditujukan pada sasaran sekunder ,agar dapat menyuarakan pendapat umum,sehingga masyarakat terdorong untuk melakukan prilaku yang di harapkan.
• Adcokasi kesehatan atau pendekatan pimpinan,agar mereka mau mengeluarkan kebijakan untuk mendukung upaya kita.
Adapun sumber dana untuk upaya tersebut di atas diperoleh dari Anggaran pendapatan daerah setempat,dan bantuan dari donatur.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
• HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia,sedangkan AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh.
• Virus Penyebab AIDS( Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah HIV(Human Immunodeficiency Virus).
• HIV terdapat dalam sebagian cairan tubuh, yaitu:, Darah.Air mani, Cairan vagina, Air susu ibu (ASI) HIV menular melalui:Berhubungan seks yang tidak aman, Memakai jarum suntik secara bergantian dengan orang lain yang terinfeksi HIV,Menerima transfusi darah dari donor yang terinfeksi HIV, Dari ibu terinfeksi HIV ke bayi dalam kandungan, waktu melahirkan, dan jika menyusui sendiri.
• Ada 2 jenis tes yang biasa digunakan untuk mengetahui seseorang terinfeksi HIV/AIDS yaitu melalui tes Elisa dan Western Blot.
• Pencegahan AIDS secara umum adalah dengan ABCDE (Abstinance,Be faithful,Condom,Drug,Equipment).
• Pengobatan HIV/AIDS dengan menggunakan terapi antiretroviral.Sementara vaksin masih dalam tahap perkembanganmeski sekarang sudah ada yang berhasil ditemukan,tapi belum di uji cobakan di Indonesia. .
Adapun upaya pencegahan AIDS di bidang promosi kesehatan menurut saya bisa dilakukan melalui beberapa langkah yaitu Membina kerja sama dan Kolaborasi ,sosialisasi tentang penyakit HIV/AIDS, Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi (PMTCT).Ini khususnya bagi ibu yang sudah terinfeksi.penanggulangan penyakit IMS,, Program peningkatan pelayanan konseling dan testing sukarela Pemberian kondom, konseling, dan pengobatan untuk setiap penularan penyakit seksual,secara gratis,pengawasan Dan tentunya evaluasi di tiap akhir program kerja yang telah dilaksanakan.
B. Saran
Adapun saran yang dapat penyusun berikan yaitu:
• Tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah,Jauhi NAPZA
• Biasakan hidup sehat dan makan makanan bergizi untuk memperkuat imunitas agar virus tidak mudah masuk,
DAFTAR PUSTAKA
Administrator.2010.Akhirnya,Ada vaksin Pencegah HIV.Poksidus AIDS
Anonim.2006.Tanya Jawab Kesehatan Reproduksi Remaja.Makassar:Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Propinsi Sulawesi Selatan.
Anonim.2006.Modul Workshop :Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja Bagi Konselor Sebaya.Jakarta:Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Hak Reproduksi bekerjasama dengan Pusdiklat Pegawai dan Tenaga Program BKKBN.
dr Ratih, dr Okki Ramadian SpPD.2010. Gejala klinis dan Tatalaksana Efek Samping Obat Antiretrovirus. Pokdisus AIDS
Green, Chris W.2009.Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai?. Jakarta:Yayasan Spiritia
Hidayat.A.Aziz Alimul.2008.Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Bidan.Jakarta :Salemba Medika.
Komisi penanggulangan AIDS.2007.Strategi Nasional Penanggulangn HIV/AIDS 2007-2010. Komisi penanggulangan AIDS
M Vitanata, Okki R.2010.Tatalaksana Antiretroviral pada HIV/AIDS. Pokdisus AIDS
Prima Almazini.2008.”1000 ”jurus melawan HIV/AIDS. myhealing.wordpress.com
Prof.Dr.Zubairi.Djoerban.2010.Pencegahan Biomedik Dalam Penanggulangn HIV/AIDS .Simposium”Peran Tenaga Kesehatan dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia2009”.Pokdisus AIDS.
Rubenstein,David. David WAyne.John Bradley.2007.Kedokteran Klinis Edisi keenam.Jakarta :Penerbit Erlangga
Sarah.2007.Antiretroviral peripartum:Harapan ODHA memiliki buah hati. Media Aesculapius No. 02 XXXVIII Maret - April 2007.
Suzana Murni,dkk. 2009.Seri Buku Kecil Hidup Dengan HIV/AIDS. Yayasan Spiritia:Jakarta Tim Penulis INSIST.2007.10 Langkah Mengembangkan Kebijakan Publik:Mencegah Penularan HIV/AIDS di Lingkungan Seks Komersial.ASA_INSIST:Yogyakarta.
Yudianto Budi Saroyo.2010.Pencegahan penularan HIV dari Ibu Ke Anak(PMTCT). Simposium”Peran Tenaga Kesehatan dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia 2009”.Pokdisus AIDS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar