Senin, 09 Januari 2012

 Kehamilan Dengan Penyakit Gangguan Jiwa

a.    Depresi Postpartum
Depresi postpartum mempengaruhi sekitar 15% ibu dan khususnya terjadi pada minggu dan bulan awal-awal postpartum dan dapat bertahan sampai satu tahun atau lebih.  Depresi bukan satu-satunya gejala yang ada meskipun biasanya terlihat jelas.  Gejala lainnya meliputi kelelahan, mudah marah, kesedihan, kurangnya energi dan motivasi, adanya perasaan tidak mendapat bantuan dan putus asa, hilangnya libido dan nafsu makan, serta adanya gangguan tidur.  Sakit kepala, asma, nyeri punggung, adanya cairan dari vagina, dan nyeri abdomen juga dapat ditemui.  Gejala lain yang dapat timbul yaitu adanya pikiran obsesional, ketakutan akan melukai diri sendiri ataupun bayinya, terpikir untuk bunuh diri, dan depresonalisasi.
Prognosis untuk depresi postpartum cukup baik diatasi dengan diagnosis dini dan terapi.  Adanya orang yang menemani selama proses persalinan dapat menghindarkan terjadinya depresi postpartum.
Setelah pemulihan, ibu yang mengalami depresi postpartum membutuhkan konseling psikologis dan bantuan praktis.  Umumnya dengan cara:
•    Berikan dukungan psikologis dan bantuan nyata (pada bayi dan asuhan di rumah)
•    Dengarkan dan berikan dukungan serta besarkan hati ibu
•    Yakinkan ibu bahwa pengalaman tersebut marupakan hal biasa dan banyak ibu lain yang mengalami hal yang sama
•    Bantulah ibu untuk memikirkan kembali gambaran keibuan dan bantulah pasangan ini untuk memikirkan peran masing-masing sebagai orang tua baru
•    Jika depresinya cukup parah, pertimbangkan pemberian obat-obatan anti depresan jika ada

b.    Postpartum Psikosa
Postpartum psikosa merupakan gangguan yang paling mengkhawatirkan dan merupakan penyakit jiwa masa nifas yang parah.  Wanita dengan psikosis postpartum tidak berpijak pada realitas lagi.  Mereka memperllihatkan masa waras yang berselang-seling dengan psikosis.  Yang juga sering dijumpai adalah gejala-gejala kebingungan dan disorientasi yang sering tampak pada keadaan toksik atau delirium.
Terdapat dua tipe wanita yang tempaknya rentan mengalami gangguan ini, yaitu wanita yang pada dasarnya telah memiliki gangguan depresif, manik, skizofrenik, dan wanita yang pernah mengalami depresi atau kejadian kehidupan berat pada tahun sebelumnya.  Interval yang singkat antara serangan psikiatrik sebelumnya dan persalinan meningkatkan kemungkinan kekambuhan.  Factor risiko lainnya berkaitan dengan factor biologis dan mencakup usia muda, primiparitas, dan riwayat penyakit jiwa dalam keluarga.
Sekitar ¼ dari wanita yang pernah mengalami satu kali episode psikosis postpartum akan mengalami kekambuhan pada kehamilan berikutnya.  Awitan puncak gejala psikotik adalah 10-14 hari postpartum, tetapi risiko tetap tinggi selama beberapa bulan setelah melahirkan.
perjalanan penyakit dan pengobatan
Perjalanan penyakit bervariasi dan bergantung pada jenis penyebab penyakit.  Bagi mereka dengan psikosis manik-depresif dan skizoafektif, waktu pemulihan adalah sekitar 6 bulanm(Sneddon, 1992).  Yang paling mengalami gangguan fungsi pada saat pemeriksaan lanjutan adalah mereka yang menderita skizofrenia.  Para wanita ini sebaiknya dirujuk ke psikiater.  Keparahan psikosis postpartum mengharuskan diberikannya terapi farmakologis dan pada sebagian besar kasus dilakukan tindakan rawat inap.  Wanita ynag mengalami psikosis biasanya mengalami kesulitan merawat bayinya.
Terapi Gangguan Jiwa
Saat ini tersedia sejumlah besar obat psikotropika untuk mengatasi gangguan jiwa (Kuller dkk., 1996).  Sebagian wanita hamil yang memerlukan farmakoterapi telah menderita penyakit jiwa berat, misalnya gangguan bipolar, gangguan skizoafektif, skizofrenia atau depresi mayor berulang.  Wanita lain yang memerlukan terapi adalah mereka yang mengalami gangguan emosi yang berkembang selama kehamilan.
Antidepresan
Depresi berat memerlukan terapi dan pada sebagian besar kasus, manfaat terapi melabihi risikonya.  Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin, doksepin, imipramin, dan nortriptilin sering digunakan untuk gangguan-gangguan depresif.  Efek samping pada ibu adalah hipotensi ortostatik dan konstipasi.  Sedasi juga sering terjadi, sehingga obat golongan ini sangat bermanfaat bagi masalah tidur yang berkaitan dengan depresi.  Inhibitor monoamin oksidase (MAOI) adalah antidepresan yang sangat efektif yang semakin jarang digunakan karena menyebabkan hipotensi ortostatik.  Pengalaman dengan inibitor selektif ambilan ulang serotonin (selective serotonin reuptake inhibitors, SSRI), termasuk fluoksetin dan sertralin, menyebabkan obat golongan ini menjadi terapi primer bagi sebagian besar penyakit depresi.  Obat-obat ini tidak menimbulkan hipotensi ortostatik atau sedasi sehingga lebih disukai daripada antidepresan lain.
Antipsikotik
Wanita dengan sindrom-sindrom kejiwaan yang berat seperti skizofrenia, gangguan skizoafektif, atau gangguan bipolar sangat mungkin memerlukan terapi antipsikotik selama kehamilan.  Antipsikotik tipikal adalah golongan antagonis dopamine.  Klozapin adalah satu-satunya antipsikotik atipikal yang tersedia, dan obat ini memiliki kerja yang berbeda tetapi tidak diketahui.  Potensi dan efek samping berbagai antipsikotik berbeda-beda.  Obat-obat yang berpotensi lebih rendah, klorpromazin dan tioridazin, memiliki efek antikolinergik yang lebih besar serta bersifat sedatif.
Litium
Keamanan litium selama kehamilan masih diperbebatkan.  Selain kekhawatiran tantang teratogenesitas, juga perlu dipertimbangkan indeks terapetiknya yang sempit.  Pernah dilaporkan toksisitas litium pada neonatus yang mendapat ASI.
Benzidiazepin
Obat golongan ini mungkin diperlukan selama kehamilan bagi wanita dengan gangguan cemas yang parah atau untuk pasien psikotik yang agitatif atau mengamuk.  Diazepam mungkin menyebabkan depresi neurologis berkepanjangan pada neonatus apabila pemberian dilakukan dekat dengan kelahiran.
Terapi Kejut Listrik (Elektroconvulsive Therapy, ECT)
Terapi dengan kejutan listrik untuk depresi selama kehamilan kadang-kadang diperlukan pada pasien dengan gangguan mood mayor yang parah dan tidak berespon terhadap terapi farmakologis.  Hasil diperoleh dengan menjalani 11 kali terapi dari umur kehamilan 23-31 minggu.  Mereka menggunakan tiamilal dan suksinilkolin, intubasi, dan ventilasi bantuan setiap kali terapi.  Mereka mendapatkan bahwa kadar epinefrin, norepinefrin, dan dopamine plasma meningkat 2-3 kali lipat dalam beberapa menit kejutan listrik.  Walaupun demikian, rekaman frekuensi denyut jantung janin serta frekuensi jantung, tekanan darah, dan saturasi oksigen ibu tetap normal.  Miller (1994) mengkaji 300 laporan kasus terapi kejut listrik selama kehamilan mendapatkan bahwa penyulit terjadi pada 10%.  Penyulit-penyulit tersebut antara lain adalah aritmia transien jinak pada bayi, perdarahan pervaginam ringan, nyeri abdomen, dan kontraksi uterus yang swasirna.  Wanita yang kurang dipersiapkan juga berisiko lebih besar mengalami aspirasi, kompresi aortokava, dan alkalosis respiratorik.  Langkah-langkah pengkajian penting adalah pengkajian servik, penghentian obat antikolinergik yang tidak esensial, pemantauan frekuensi denyut jantung janin dan uterus, hidrasi intravena, pemberian antasida cair, dan pasien dobaringkan miring kiri.  Selama prosedur, hindari hiperventilasi berlebihan dan jalan napas harus dilindungi.

c.    PSIKONEOROSA

Psikoneurosa adalah sekelompok reaksi psikis dengan adanya ciri khas yaitu kecemasan, dan secara tidak sadar ditampilkan keluar dalam berbagai bentuk tingkah laku dengan jalan menggunakan mekanisme pertahanan diri ( defence mechanism). Oleh pengkondisian yang buruk dari lingkungan sosial yang sangat tidak menguntungkan, muncul kemudian banyak ketegangan dan kecemasan, serta simptom-simptom mental yang pathologis atau gangguan mental yang disebut neurosa. Psikoneurosa atau disingkat dengan neurosa disebabkan oleh faktor-faktor psikologis dan kultural, khususnya oleh ketakutan dan kecemasan-kecemasan terus-menerus yang menimbulkan stress atau ketegangan batin yang kuat dan kronis; sehingga orang mengalami frustasi hebat, konflik-konflik emosional, kepatahan fisik dan kepatahan mental ( mental breakdown ). Ditambah pula oleh ketidak-imbangan pribadi dan kurangnya atau sedikitnya usaha serta kemauan, sehingga menambah banyaknya kecemasan, yang nantinya akan meledak menjadi gejala neurosa.(http://id.wikipedia.org/wiki/Psikoneurosa)


Sumber : Materi kuliah ASKEB IV (PATOLOGI)
lihat juga : http://www.klikdokter.com/kebidanankandungan/read/2010/07/05/129/kondisi-emosi-selama-kehamilan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar